Log Zhelebour. [oyik via pinterest]
Log Zhelebour, satu nama besar di balik kejayaan rock Indonesia dan turut mengawal industri musik rock sejak 1980-an, punya rencana untuk "pensiun total" dari industri musik. Selama ini, dia memang sudah mengurangi banyak aktivitas bepergian keluar kota sebagai promotor konser, tur, atau festival musik.

"Rencana pensiun sudah lama," kata Log kepada saya dalam obrolan suatu malam di Jakarta, belum lama ini, usai menjadi narasumber acara sebuah stasiun televisi.

Alasannya mungkin beragam. Namun salah satu yang diungkapkan Log malam itu, dia hendak fokus bersama keluarga, terutama anak bungsunya yang masih kecil serta sang isteri. Semasa masih aktif mengurus festival musik, Log bisa sembilan bulan pergi dan tinggal berpindah dari kota ke kota.

Log bernama asli Ong Oen Log, kelahiran Surabaya, 16 Maret 1959. Zhelebour adalah penamaan versi keren atas julukan "slebor" sejak masih remaja. Dalam perjalanan kariernya, Log Zhelebour bukan lagi hanya merujuk ke nama orang, tetapi juga merek bisnis promotor atau pagelaran musik rock legendaris dalam sejarah musik Indonesia. 

"Orang pertama yang berani pakai nama pribadi sebagai brand, itu saya. Tanya Hermawan Kertajaya (pakar pemasaran)," ujar Log. 

Berawal dari Disko

Setelah lulus SMA pada akhir 1970-an, Log mulai menekuni bisnis pagelaran musik. Awalnya adalah disko. Dia menjadi disc jockey (DJ) sekaligus membuat banyak lomba disko di Surabaya. Musik rock masih kurang digemari khalayak luas, tetapi sudah ada grup besar seperti SAS dari Surabaya dan Superkid dari Bandung.

Tantangan datang dari pihak Nirwana Record. Log diminta membuat pagelaran musik rock untuk SAS, yang album terbaru mereka baru saja dirilis, Nirwana. Dia juga bertemu Denny Sakrie yang saat itu sedang menangani Superkid. 

"Bikinlah duel itu, SAS vs Superkid di Stadion Tambaksari tahun 1980-an. Itu pertama kali saya bikin Rock Power," kenang Log. 

Pertunjukan musik itu bermasalah dan mengecewakan penonton. Tetapi Log tidak kapok. Rock Power berlanjut terus hingga beberapa tahun kemudian, bahkan berkembang menjadi tur beberapa kota. Grup musik yang diundang dan tampil dalam konsep "versus" ini di antaranya God Bless, Rollies, dan Jaguar.

Empat tahun mengadakan konser rock, Log membuat pagelaran yang lebih besar: Festival. Dia berhasil mendapatkan sponsor dari perusahaan rokok untuk menggelar Djarum Super Rock Festival (DSRF) perdana pada 1984. 

Musisi penampil lebih beragam. Tidak hanya grup rock yang populer, tetapi juga bakat baru dari berbagai daerah. Log mengundang mereka untuk ikut berkompetisi dengan membawakan lagu wajib ciptaan sendiri. Visinya adalah regenerasi dan promosi musik rock dalam negeri ke khalayak dalam negeri.

"Dari Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, sampai luar pulau seperti Bali, saya undang untuk ikut festival," tutur Log menyebut sejumlah kota. "Tapi sifatnya lomba, bukan sekadar main bareng."

"Saya ingin musik rock Indonesia benar-benar meng-Indonesia supaya orang beralih, dari menikmati lagu rock Barat, hingga mulai mencintai rock Indonesia – karena waktu itu industri rock Indonesia enggak laku, enggak dilihat orang," imbuhnya. 

Tahun berikutnya, DSRF membuka diri lebih luas. Supaya bisa ikut bersaing, grup musik tidak harus diundang, tetapi bisa mendaftar. "Siapapun boleh daftar, – yang merasa sudah mapan dan bagus, boleh daftar." 

Sepanjang empat dekade karier Log hingga sekrang, era industri musik rock dalam negeri yang dia rasa paling melejit adalah dekade ketiga atau tahun 2000-an setelah reformasi. Benak anak muda saat itu adalah pemberontakan dan anti kemapanan. 

"Album produksi saya meledak semua, mulai dari Boomerang, Jamrud," kata Log. "Kami bikin tur terus. Rekaman di luar negeri. Bikin video klip banyak. Promo digenjot. Bahkan saya bikin tabloid rock. Supaya pertunjukan bagus, saya investasi beli sound system bagus, lighting bagus. Saya beli sendiri, enggak sewa." 

Menyusun Standar Baru

Konsistensi dan ketangguhan Log sebagai promotor musik tampak sejak awal. Sukses acara membuat sponsor senang dan meminta acara dipertahankan. Karena kepercayaan meningkat, dana produksi yang digelontorkan semakin besar demi mendongkrak omset bisnis.

Kesempatan modal ini digunakan Log untuk meningkatkan standar fasilitas panggung pertunjukan. "Era itu masih miskin fasilitas. Akhirnya duit saya habis untuk membuat dan membeli fasilitas." 

Menurut Log, panggung musik saat itu masih memakai tenda beralas papan kayu dan terbuka tanpa atap. Barikade saat tur masih memakai drum minyak berisi air. Serba seadanya karena bahkan belum ada jasa rental perlengkapan panggung musik yang diharapkan.

"Saya bikin sendiri, tetapi dipinjamkan (dana) oleh Djarum. Salah satu direktur Djarum Surabaya kasih saya hutang duit, nanti dipotong jadi biaya sponsor setiap kota. Untuk sponsor, dikurangi Rp 500 ribu buat menyicil. Waktu itu, diberi hutang Rp 5 juta untuk pengadaan panggung multiplek dari besi. Lalu bikin barikade," tutur Log. 

Persewaan panggung memadai baru muncul sekitar 1989, beberapa tahun setelah promotor musik lain bermunculan. Log juga menyebut bahwa kualitas tata panggungnya, termasuk suara dan lampu, menjadi ukuran standar baru yang lantas diikuti sejumlah promotor berikutnya. 

Salah satu inovasi dari Log belakangan ini adalah konsep dua panggung saling menyebelah dengan sistem suara yang saling terhubung. Suara dari penampil di panggung kanan misalnya, akan terdengar oleh penonton di panggung kiri, yang melihat performa musisi lewat layar. Dengan pengaturan ini, penonton tak perlu berpindah kanan-kiri jika pertunjukan berganti sesi. 

"Saya beli sound banyak karena membayangkan dua panggung main bareng. Sound berbunyi semua," ujar Log.

Pengaturan ini diterapkan dalam sebuah konser 11 tahun silam. Log juga mengklaim bahwa festival metal besar di Jerman bernama Wacken Open Air telah mencontek konsep tata suara dua pangggung berjajarnya itu.

Selain aspek teknis, Log juga merapikan aturan kerja sama dengan grup musik dan sponsor. Kala itu, kasus tipu menipu terhadap musisi oleh "panitia" konser lain kerap terjadi. Sebaliknya, pada tahun-tahun pertama, konser yang digelar Log juga lebih sering merugi. Bukan karena pendapatan kecil, tetapi pengeluaran ekstra yang membengkak akibat ulah para artisnya.

"Dulu anak band juga kurang ajar," cerita Log. "Diundang, bikin miskin panitia. Zaman dulu kalau pertunjukan, enggak ada aturan, (artis tamu) minum bir dan whisky sesukanya. Mulai dengan saya, saya atur ada uang makan dan lainnya. Kalau mau mabuk atau laundry, duitmu sendiri, enggak ada urusan. Saya jatah Rp100 ribu. Enggak ada urusan selain itu."

"Sejak itu, saya bisa untung," imbuh Log.

Log Zhelebour dan Jamrud, salah satu grup rock yang diorbitkannya. [kapanlagi-musikkeras]

Konser Rock Menguntungkan

Bicara soal untung rugi, ada pernyataan menarik dari Ravel Junardy, penyelenggara festival musik metal Hammersonic, sebagaimana tersaji dalam artikel wawancaranya Tirto, Juli 2018. Menurut Ravel, festival musik idealis dengan skala besar dan rutin seperti yang mereka adakan tidak membawa keuntungan finansial. Festival Hamersonic juga disebut memakan dana sampai US$ 2 juta atau Rp 29 miliar! 

Bagi Log, pengakuan soal angka ini terlalu mengada-ada. 

"Itu dibesar-besarkan. (Artis) yang diundang metal-metal enggak laku. Itu artis kelas bawah yang diundang," kata dia, santai. "Hammersonic, paling gede, artis kelas begitu, mungkin ya Rp 3-5 miliar saja."

Log menyebut, mengadakan konser atau festival di Jakarta itu lebih mudah dan murah dibanding daerah lain. Biaya pertunjukan di luar Jakarta, apalagi luar pulau, bisa dua kali lipat lebih besar karena ongkos tranportasi dan kru membengkak. Dengan catatan, kualitas produksi panggung sama seperti di Jakarta.

Menurut Log, konser atau festival dengan sokongan sponsor seharusnya tidak merugi. Apalagi jika acara tersebut memiliki citra kuat sebagai nilai jual utama. Misalnya, festival terbesar para penggemar musik tertentu. "Saya pasti dapat sponsor gede dan enggak perlu jual tiket mahal."

Dia juga menyoroti konser musik sekarang yang lebih banyak membawa misi sponsor ketimbang misi artisnya. Misi artis misalnya, promosi album terbaru agar penjualan meledak. Sebagai produser musik, Log pernah mengadakan tur konser antara lain untuk God Bless, Jamrud, dan Boomerang.

"(Sekarang) artis jadi 'kacung'-nya sponsor karena mereka (penyelenggara) bukan promotor. Mereka EO (event organizer). Mereka bekerja berdasarkan pesanan sponsor," ujar Log. "Kalau saya promotor, saya punya konsep, saya tawarkan ke sponsor. Kamu berani enggak? Enggak mau, saya cari lain." 

Rencana Tur Konser Perpisahan

Festival musik terakhir yang diselenggarakan Log adalah Gudang Garam Rock Competition 2007 atau 11 tahun silam. Pagelaran musik lain adalah konser bertajuk Log 2 Rock - Skid Row vs Jamrud lima tahun silam, yang digelar tanpa sponsor di tujuh kota, serta konser Jamrud bertajuk Saatnya Menang.

Setelah perheletan besar itu, Log memilih untuk istirahat dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga. Dan ia berniat pensiun dari aktivitasnya sebagai promotor musik. Ia ingin memusatkan perhatiannya kepada keluarga.

Pihak sponsor sempat menawari Log untuk melanjutkan GGRC, tetapi Log tak rela meninggalkan keluarga berbulan-bulan. "Kalau bikin festival seperti itu, waktu yang terbuang hampir sembilan bulan. Praktis saya enggak pernah menemani anak saya," ujar Log. 

"Saya enggak mau, enggak dulu. Kalau sekali-sekali masih mau. Kalau festival, itu ada audisi, tiap provinsi, tiap minggu. Enggak pulang-pulang saya karena pindah-pindah terus. Sponsor berani bayar. Waktu itu saya satu paket dikasih Rp 25 miliar, tapi waduh... enggak pulang."

Log memastikan bahwa dalam waktu dekat, dia akan pensiun total dari bisnis pagelaran musik, terutama musik rock. Sebelum itu, dalam rangka pamitan, dia ingin membuat konser musik perpisahan di beberapa kota. Konsep utama konser ini adalah sorotan penting atas perjalanan musik Indonesia selama masa karier Log. 

"Menceritakan lagu yang pernah saya orbitkan, saya produksi, dan menjadi karya legenda serta tolok ukur di industri musik. Konsepnya mungkin dengan orkestra dan cerita. Lebih tentang perjalanan rock Indonesia," ungkap Log.

"Tahun depan. Menurutku, bisa lima kota - kalau bisa. Ya lihat-lihat nanti," pungkasnya. (asa-medcom)
Axact

Reksanews

Mengajak setiap pembelajar untuk bersama-sama mempraktikkan jurnalisme yang baik.Tak sekadar teori

Post A Comment:

0 comments: