Tarian bambu gila dari Ambon, Maluku. [negerikuindonesia] |
Rabu sore, 5 Desember 2018, Gedung Kemendikbud, Jakarta Selatan. Asisten Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerjasama Antariman dan Antarperadaban Jacky Manuputty membahas resolusi konflik berbasis adat-istiadat. Ini merupakan bagian dari Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, yang berlangsung 5-9 Desember 2018.
Kepada peserta kongres, Jacky menceritakan kembali pengalamannya merekonsilisasi kelompok Kristen dan kelompok Islam, pasca konflik berdarah 1999 silam di Ambon.
Menurutnya, seni dan budaya berperan penting dalam menyatukan kembali kedua unsur masyarakat yang pada saat itu menyimpan rasa benci dan dendam mendalam terhadap satu sama lain.
Memori kolektif tentang kebersamaan dan perdamaian yang muncul saat elemen kebudayaan berupa kesenian musik Hadrat digunakan dalam proses rekonsiliasi, memicu pihak-pihak terkait merasa satu akar.
"Ketika kita memakai elemen-elemen kebudayaan dan membawa itu ke ruang publik, itu seakan call to be united, memanggil untuk menjadi satu, karena orang, apapun kemudian perbedaannya, lalu merasa bahwa ini mental layer yang sama," kata Jacky.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu dan perkembangan, terutama di kota-kota besar dengan identitas budaya yang semakin pudar, kebudayaan baru perlu diciptakan untuk membuat lapisan mental dengan memori kolektif pada warganya. Terutama pada masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang.
"Kearifan lokal, terkait dengan masa lalu, tidak bisa menampung kemajemukan yang berkembang. Kita butuh untuk menciptakan model-model sosial baru," tandas Jacky.
Seperti yang dilakukan oleh dua pemuda asal Ambon, Ronal Regang dan Iskandar Slameth. Kedua pemuda yang pada konflik Ambon lalu bermusuhan, menunjukkan penampilan puisi dan tari yang harmonis di kongres ini.
Iskandar, mantan kombatan pihak muslimin, membacakan dua puisi -- tentang kampung halamannya, Maluku, serta tentang konflik yang mereka hadapi dulu dan bagaimana mereka bangkit dari keterpurukan akibat konflik tersebut. Sementara Ronal, mantan kombatan kalangan kristiani, menari. Mengiringi dan diiringi puisi yang dibacakan Iskandar.
"Tarian yang tadi kita bawakan adalah Tarian Perang Tarian Damai. Maksudnya, dulu kita terlibat dalam konflik, kita bermain peluru, bermandi darah. Tarian Damai menebarkan virus perdamaian dengan cara berbicara di depan umum untuk menyebarkan perdamaian," kata Ronal seusai pertunjukkan mereka.
Kepada peserta kongres, Jacky menceritakan kembali pengalamannya merekonsilisasi kelompok Kristen dan kelompok Islam, pasca konflik berdarah 1999 silam di Ambon.
Menurutnya, seni dan budaya berperan penting dalam menyatukan kembali kedua unsur masyarakat yang pada saat itu menyimpan rasa benci dan dendam mendalam terhadap satu sama lain.
Memori kolektif tentang kebersamaan dan perdamaian yang muncul saat elemen kebudayaan berupa kesenian musik Hadrat digunakan dalam proses rekonsiliasi, memicu pihak-pihak terkait merasa satu akar.
"Ketika kita memakai elemen-elemen kebudayaan dan membawa itu ke ruang publik, itu seakan call to be united, memanggil untuk menjadi satu, karena orang, apapun kemudian perbedaannya, lalu merasa bahwa ini mental layer yang sama," kata Jacky.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu dan perkembangan, terutama di kota-kota besar dengan identitas budaya yang semakin pudar, kebudayaan baru perlu diciptakan untuk membuat lapisan mental dengan memori kolektif pada warganya. Terutama pada masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang.
"Kearifan lokal, terkait dengan masa lalu, tidak bisa menampung kemajemukan yang berkembang. Kita butuh untuk menciptakan model-model sosial baru," tandas Jacky.
Seperti yang dilakukan oleh dua pemuda asal Ambon, Ronal Regang dan Iskandar Slameth. Kedua pemuda yang pada konflik Ambon lalu bermusuhan, menunjukkan penampilan puisi dan tari yang harmonis di kongres ini.
Iskandar, mantan kombatan pihak muslimin, membacakan dua puisi -- tentang kampung halamannya, Maluku, serta tentang konflik yang mereka hadapi dulu dan bagaimana mereka bangkit dari keterpurukan akibat konflik tersebut. Sementara Ronal, mantan kombatan kalangan kristiani, menari. Mengiringi dan diiringi puisi yang dibacakan Iskandar.
"Tarian yang tadi kita bawakan adalah Tarian Perang Tarian Damai. Maksudnya, dulu kita terlibat dalam konflik, kita bermain peluru, bermandi darah. Tarian Damai menebarkan virus perdamaian dengan cara berbicara di depan umum untuk menyebarkan perdamaian," kata Ronal seusai pertunjukkan mereka.
Post A Comment:
0 comments: