mengetahui bahwa membuat berita itu mudah dan apa itu berita, pertanyaan kemudian adalah apakah setiap kabar itu layak untuk menjadi sebuah berita? Lalu, apa yang menjadi landasan untuk menilai bahwa sebuah kabar itu layak diberitakan dalam pengertian jurnalistik?
Para wartawan atau jurnalis yang telah berpengalaman, setidaknya sudah 5 tahun menggeluti profesi ini, tentu tidak akan bertanya-tanya secara detail. Dalam dirinya telah terbangun sebuah naluri tentang nilai berita yang baik menurut kriteria yang secara umum berlaku. Dia tidak perlu menyusun pertanyaan yang panjang untuk menetapkan bahwa sebuah kabar sangat layak menjadi berita yang bakal menarik perhatian masyarakat. Tetapi bagi wartawan pemula, ini akan menjadi hambatan utama yang bisa mamandegkan puluhan ide tentang sebuah laporan berita.
Untuk memudahkan memberikan gambaran tentang kelayakan berita, coba cermati peristiwa-peristiwa yang ditulis di bawah ini.
Contoh 1:
Tetangga kita, sebut saja namanya Kang Mas melangsungkan pernikahannya dengan seorang gadis, buat namanya, Nong Mas. Ijab Kabul pernikahan di kantor KUA Serang, pada hari Rabu, 20 Februari 2014. Umur Kang Mas sekitar 33 tahun dan Nong Mas berumur 25 tahun. Rencananya mereka akan melangsungkan resepsinya pada Minggu tanggal 24 Februari di sebuah gedung yang mewah di Kota Serang.
Contoh 2:
Seorang pria, sebut namanya, Priaman yang berumur 67 tahun menikahi seorang gadis, sebut namanya Gadismen yang berumur 19 tahun. Resepsi pernikahan itu berlangsung meriah di sebuah gedung mewah.
Contoh 3:
Pemerintah Kota Serang menyelenggarakan pernikahan masal terhadap 40 pasangan suami-istri yang selama ini telah hidup bersama. Ke-40 pasangan suami-istri itu sebenarnya sudah menikah di para ustad, tetapi tidak mencatatkan diri di Kantor Urusan Agama (KUA). Secara agama, mereka merupakan pasangan suami-istri yang sah, tetapi tidak memiliki keabsahan menurut urusan negara karena harus dibuktikan dengan akta pernikahan.
Dari ketiga contoh itu, manakah peristiwa yang bisa dibuat laporan untuk diberitakan? Jawabannya adalah ketiga contoh itu bisa diberitakan. Namun untuk menjawab pertanyaan apakah berita itu menarik, maka diperlukan sejumlah cara untuk mengetahuinya. Bisa saja, contoh 1 jauh lebih menarik untuk dijadikan berita dan dimuat di media yang dibuat untuk lingkungan setempat. Contoh 3 bisa sangat layak untuk diberitakan di media yang beredaran atau pembacanya lebih banyak di Kota Serang. Dan contoh 2 menjadi sangat menarik karena ada yang tidak biasa dalam peristiwa pernikahan. Ketidaklaziman itu adalah seorang lelaki berumur 67 tahun menikahi gadis berumur 19 tahun. Peristiwa itu akan menimbulkan banyak pertanyaan yang harus dijawab dalam berita, dan diperkirakan akan menjadi perhatian dari pembaca, tidak hanya pembaca di Kota Serang saja, boleh jadi pembaca di seluruh dunia.
Mari kita lanjutkan.
Ada sejumlah pertanyaan untuk menentukan apakah sebuah kabar itu layak dijadikan berita atau tidak. Pertanyaan itu adalah;
- Apakah kabar itu baru?
- Apakah kabar itu tidak biasa atau di luar kelaziman?
- Apakah kabar itu penting atau menarik?
- Apakah kabar itu menyangkut orang?
- Seberapa kuat berita ini mempengaruhi pembaca?
Apakah kabar itu baru?
Suatu kabar yang baru menjadi faktor utama dalam menilai sebuah berita. Peristiwa tabrakan yang terjadi pada pagi hari menjadi penting dan menarik dibandingkan kisah pembunuhan John F Kenedy, Presiden AS yang terjadi puluhan tahun yang lalu.
Tetapi sesuatu yang baru itu bukan sekadar peristiwa yang baru terjadi, tetapi lebih pada apakah peristiwa itu pernah dilaporkan atau diberitakan atau belum pernah. Pembunuhan Mao Te Tung sempat ditahan oleh pemerintah Cina selama beberapa hari. Ketika pemerintah Cina merilis peristiwa itu melalui kantor berita milik pemerintaha, maka seluruh dunia menjadikan berita itu sangat penting dan dimuat di halaman pertama suratkabar-suratkabar.
Apakah kabar itu tidak biasa atau di luar kelaziman?
Mari kita cermati kehidupan sehari-hari. Bagi mereka yang hidup teratur tentu bukan hal yang luar biasa jika pada pagi hari bangun, pergi ke tempat kerja naik bus kota atau angkutan kota, kemudian berkerja selama waktu yang diperlukan dan pada akhirnya pulang ke rumah dengan menggunakan angkutan kota. Tidak ada yang luar biasa dari kejadian sehari-hari itu. Begitu juga dengan kehidupan lingkungan yang lainnya.
Tentu saja kita akan menjadi hal yang di luar kebiasaan ketika menemukan seorang pengemudi angkutan kota atau bus kota yang sudah berumur 100 tahun. Dia masih berkerja dengan tekun, terlihat sehat dengan pandangan mata yang masih awas. Kisah pengemudi berumur 100 tahun itu menjadi sangat menarik bagi pembaca.
Semboyan yang umum diterima para jurnalis hingga kini masih berlaku, yaitu anjing menggigit manusia itu hal yang biasa dan bukan berita. Tetapi manusia menggigit anjing itu merupakan hal yang luar biasa dan bisa menjadi berita. Tetapi semboyan ini pun tidak berlaku secara mutlak. Ada sekelompok masyarakat di Indonesia yang dagin anjing merupaka makanan yang lezat. Jadi manusia itu menggigit daging anjing ketika sudah menjadi makanan tentu bukanlah suatu berita yang hebat. Kesimpulannya adalah seuatu yang tidak biasa terjadi akan menjadi berita yang menarik bagi pembaca.
Apakah kabar itu penting atau menarik?
Jawaban dari pertanyaan ini sesungguhnya sangat subyektif. Tetapi ini yang melandasi pembaca untuk tertarik pada sebuah berita dan menelaahnya dengan baik. Faktor subyektivitas ini pula yang menyebabkan tiras sebuah media cetak naik secara besar-besaran atau sebaliknya merosot drastis dan nyaris membuat bangkrut perusahaannya. Karena itu para wartawan atau jurnalis dituntut untuk piawai menafsirkan soal penting atau menarik tersebut, kemudian dipadukan dengan soal penting secara umum.
Jika wartawan menulis soal serangga wereng, mungkin tulisan hanya sedikit dibaca. Karena orang-orang kota tidak begitu tertarik dengan serangga tersebut. Mereka merasa tidak terlibat dalam persoalan itu. Wereng itu hanya hidup di pedesaan yang masih memiliki areal sawah. Sedangkan orang kota tidak begitu paham tentang serangga wereng.
Tetapi kalau wartawan menulis tentang serangan hama wereng itu mengancam persediaan beras di perkotaan, tentu saja menjadi sangat penting dan menarik bagi pembaca yang berada di kota-kota. Sebab pembaca di kota itu masih membutuhkan beras sebagai bahan makanan sehari-hari. Pasokan beras ke kota dari pedesaan terancam tidak bidsa dilakukan karena tanaman padinya telah habis diserang hama wereng.
Demikian pula dengan berita tentang penggantian imam di masjid besar di sebuah kota. Berita itu tidak akan menjadi perhatian dan dianggap biasa. Tetapi jika pengumuman itu menyebutkan bahwa imam masjid di sebuah kota itu dipimpin oleh seorang wanita, maka akan menimbulkan reaksi luar biasa, terutama di kalangan umat Islam. Sebab keyakinan umat Islam menyebutkan, seorang imam tidak boleh perempuan, tetapi harus lelaki.
Apakah menyangkut orang?
Banyak tulisan yang baik dibuat oleh para ahli, tetapi tulisan itu hanya menjadi catatan atau sebuah referensi, bukan tulisan yang sangat diminati pembaca. Misalnya tulisan tentang hama wereng, angin topan atau puting beliung, pergerakan meteor dan sebagainya. Ya, karena tulisan itu hanya berisi tentang penjelasan soal-soal itu, tidak berkaitan dengan orang.
Ketika wartawan menulis tentang sebuah peristiwa angin topan atau puting beliung yang menghancurkan sebuah kampung, tulisan itu menjadi perhatian pembaca. Tentu saja muncul pertanyaan dalam pembaca, apapakah peristiwa itu begitu dekat dan akan mempengaruhi kehidupan pribadinya? Jika ada perkiraan angin puting beliung itu akan menimpa tempat tinggalnya, mereka segera melakukan tindakan untuk berjaga-jaga, misalnya untuk sementara pindah ke rumah saudara atau temannya yang berada di luar radius angin puting beliung itu bakal terjadi.
Seberapa kuat mempengaruhi pembaca?
Agak sulit untuk secara tegas menjawab bahwa sebuah berita akan mempengaruhi pembaca? Tetapi ada cara untuk meyakinkan soal itu, yaitu apakah peristiwa yang bakal diberitakan itu berlokasi sangat dekat dengan pembaca? Jika ya, maka dapat diyakini bahwa berita itu akan segera berpengaruh. Misalnya, peristiwa serangan demam berdarah yang semakin meluas di Kota Serang, tentu akan menempati halaman utama di suratkabar-suratkabar yang terbit di Kota Serang. Tetapi mungkin hanya menempati beberapa paragraf di suratkabar yang terbit di Sulawesi atau Bali.
Ini bisa terjadi karena pembaca akan selalu berpikir, apakah dampaknya berita tersebut terhadap kehdiupan pribadi atau keluarganya yang disayangi. Berita demam berdarah tentu akan menimbulkan tindakan penyelamatan diri atau keluarganya agar tidak terkena serangan demam berdarah.
Sumber: https://panduanjurnalistik.wordpress.com/2014/03/02/bagaimana-menilai-berita-yang-layak/
Post A Comment:
0 comments: